Senin, 29 November 2010

Industri Masalah Lingkungan Dalam Pembangunan industri

Keracunan Bahan Logam/Metaloid Pada Industrialisasi
Suatu bahan atau zat dinyatakan sebagai racun apabila zat tersebut menyebabkan efek yang merugikan pada yang menggunakannya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan keterangan sebagai berikut. Pertama, suatu bahan atau zat, termasuk obat, dapat dikatakan sebagai racun apabila menyebabkan efek yang tidak seharusnya, misalnya pemakaian obat yang melebihi dosis yang diperbolehkan. Kedua, suatu bahan atau zat, walaupun secara ilmiah dikategorikan sebagai bahan beracun, tetapi dapat dianggap bukan racun bila konsentrasi bahan tersebut di dalam tubuh belum mencapai batas atas kemampuan manusia untuk mentoleransi. Ketiga, kerja obat yang tidak memiliki sangkut paut dengan indikasi obat yang sesungguhnya dianggap sebagai kerja racun.
Bahan atau zat beracun pada umumnya dimasukkan sebagai bahan kimia beracun, yaitu bahan kimia yang dalam jumlah kecil dapat menimbulkan keracunan pada manusia atau makhluk hidup lainnya. Pada umumnya bahan beracun, terutama yang berbentuk gas, masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan dan kemudian beredar ke seluruh tubuh atau menuju organ tubuh tertentu.
Bahan beracun tersebut dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu seperti hati, paru-paru dan lainnya, tetapi zat beracun tersebut juga dapat berakumulasi dalam tulang, darah, hati, ginjal atau cairan limfa dan menghasilkan efek kesehatan dalam jangka panjang. Pengeluaran zat beracun dari dalam tubuh dapat melalui urine, saluran pencernakan, sel epitel dan keringat.
Klasifikasi Toksisitas
Untuk mengetahui apakah suatu bahan atau zat dapat dikategorikan sebagai bahan yang beracun (toksik), maka perlu diketahui lebih dahulu kadar toksisitasnya. Menurut Achadi Budi Cahyono dalam buku “Keselamatan Kerja Bahan Kimia di Industri” (2004), toksisitas adalah ukuran relatif derajat racun antara satu bahan kimia terhadap bahan kimia lainnya pada organism yang sama. Sedangkan Depnaker (1988) menyatakan bahwa toksisitas adalah kemampuan suatu zat untuk menimbulkan kerusakan pada organism hidup.
Kadar racun suatu zat danyatakan sebagai Lethal Dose-50 (LD-50), yaitu dosis suatu zat yang dinyatakan dalam milligram bahan per kilogram berat badan, yang dapat menyebabkan kematian pada 50% binatan percobaan dari suatu kelompok spesies yang sama.
Selain LD-50 juga dikenal istilah LC-50 (Lethal Concentration-50), yaitu kadar atau konsentrasi suatu zat yang dinyatakan dalam milligram bahan per meter kubik udara (part per million/ppm), yang dapat menyebabkan 50% kematian pada binatang percobaan dari suatu kelompok spesies setelah binatang percobaan tersebut terpapar dalam waktu tertentu.
Efek dan Proses Fisiologis
Efek toksik akut berkolerasi secara langsung dengan absorpsi zat beracun. Sedangkan efek toksik kronis akan terjadi apabila zat beracun dalam jumlah kecil diabsorpsi dalam waktu lama yang apabila terakumulasi akan menyebabkan efek toksik yang baru.
Secara fisiologis proses masuknya bahan beracun ke dalam tubuh manusia atau makhluk hidup lainnya melalui beberapa cara, yaitu: (1) Inhalasi (pernapasan), (2) Tertelan, (3) Melalui kulit. Bahan beracun yang masuk ke dalam tubuh tersebut pada akhirnya masuk ke organ tubuh tertentu melalui peredaran darah secara sistemik.
Organ tubuh yang terkena racun di antaranya adalah paru-paru, hati, susunan syaraf pusat, sumsum tulang belakang, ginjal, kulit, susunan syaraf tepi, dan darah. Organ tubuh yang sangat penting tersebut akan dapat mengalami kerusakan dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya jika terkena racun.
Perlindungan Masyarakat Sekitar Perusahaan Industri
organisasi dan industri dituntut untuk meningkatkan pertanggungjawaban terhadap konservasi lingkungan. Berdasarkan kondisi ini, maka tuntutan peraturan dunia terhadap pertanggungjawaban organisasi dan industri dalam pengelolaan lingkungan menjadi meningkat. Konservasi lingkungan telah menjadi tuntutan dari pelanggan negara maju yang secara sadar melihat pentingnya perlindungan terhadap lingkungan dilaksanakan sejak dini untuk meminimalkan kerusakan lingkungan di masa depan, maka berdasarkana kesepakatan international pada tahun 1996 International Organization for Standardization meluncurkan suatu standard untuk mengelola lingkungan secara professional di dalam organisasi dan industri, standard tersebut disebut Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001:1996. Namun melihat perkembangan industri dewasa ini, pada tahun 2003 dilakukan revisi terhadap system tersebut dan diluncurkan pada tahun 2004. Standard tersebut untuk selanjutnya disebut ISO 14001:2004.
ISO 14001:2004dibangun atas dasar elemen – elemen yang menetapkan :
1. Spesifikasi aspect dan dampak lingkungan
2. Prosedur dan instruksi kerja yang akurat
3. Proses yang konsisten
4. Kesesuaian dengan tujuan dan target organisasi dalam meningkatkan kinerja lingkungan
5. Minimasi limbah
6. Keterkaitan dengan peraturan dan perundangan
7. Konsistensi hasil, kejujuran penerapan dan deskripsi produk yang cermat
8. Evaluasi kinerja
9. Kesehatan dan keselamatan pekerja
10. Komunikasi ke pihak – pihak terkait perlindungan lingkungan
ISO 14001:2004adalah sistem manajemen yang dinamis, dimana dapat diterapkan bersama system manajemen mutu ISO 9001dan dapat disesuaikan dengan dengan perubahan organisasi dan industri, perubahan peraturan / perundangan yang berlaku maupun perubahan ilmu dan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA :

Pertambangan Masalah Lingkungan Dalam Pembangunan

Pertambangan Energi
Secara umum, kegiatan eksploitasi dan pemakaian sumber energi dari alam untuk memenuhi kebutuhan manusia akan selalu menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (misalnya udara dan iklim, air dan tanah). Berikut ini disajikan beberapa dampak negatif penggunaan energi fosil terhadap manusia dan lingkungan:
Dampak Terhadap Udara dan Iklim
Selain menghasilkan energi, pembakaran sumber energi fosil (misalnya: minyak bumi, batu bara) juga melepaskan gas-gas, antara lain karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx),dan sulfur dioksida (SO2) yang menyebabkan pencemaran udara (hujan asam, smog dan pemanasan global).
Emisi NOx (Nitrogen oksida) adalah pelepasan gas NOx ke udara. Di udara, setengah dari konsentrasi NOx berasal dari kegiatan manusia (misalnya pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik dan transportasi), dan sisanya berasal dari proses alami (misalnya kegiatan mikroorganisme yang mengurai zat organik). Di udara, sebagian NOx tersebut berubah menjadi asam nitrat (HNO3) yang dapat menyebabkan terjadinya hujan asam.
Emisi SO2 (Sulfur dioksida) adalah pelepasan gas SO2 ke udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan peleburan logam. Seperti kadar NOx di udara, setengah dari konsentrasi SO2 juga berasal dari kegiatan manusia. Gas SO2 yang teremisi ke udara dapat membentuk asam sulfat (H2SO4) yang menyebabkan terjadinya hujan asam.
Emisi gas NOx dan SO2 ke udara dapat bereaksi dengan uap air di awan dan membentuk asam nitrat (HNO3) dan asam sulfat (H2SO4) yang merupakan asam kuat. Jika dari awan tersebut turun hujan, air hujan tersebut bersifat asam (pH-nya lebih kecil dari 5,6 yang merupakan pH “hujan normal”), yang dikenal sebagai “hujan asam”. Hujan asam menyebabkan tanah dan perairan (danau dan sungai) menjadi asam. Untuk pertanian dan hutan, dengan asamnya tanah akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman produksi. Untuk perairan, hujan asam akan menyebabkan terganggunya makhluk hidup di dalamnya. Selain itu hujan asam secara langsung menyebabkan rusaknya bangunan (karat, lapuk).
Smog merupakan pencemaran udara yang disebabkan oleh tingginya kadar gas NOx, SO2, O3 di udara yang dilepaskan, antara lain oleh kendaraan bermotor, dan kegiatan industri. Smog dapat menimbulkan batuk-batuk dan tentunya dapat menghalangi jangkauan mata dalam memandang.
Emisi CO2 adalah pemancaran atau pelepasan gas karbon dioksida (CO2) ke udara. Emisi CO2 tersebut menyebabkan kadar gas rumah kaca di atmosfer meningkat, sehingga terjadi peningkatan efek rumah kaca dan pemanasan global. CO2 tersebut menyerap sinar matahari (radiasi inframerah) yang dipantulkan oleh bumi sehingga suhu atmosfer menjadi naik. Hal tersebut dapat mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut.
Emisi CH4 (metana) adalah pelepasan gas CH4 ke udara yang berasal, antara lain, dari gas bumi yang tidak dibakar, karena unsur utama dari gas bumi adalah gas metana. Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang menyebabkan pemasanan global.
Batu bara selain menghasilkan pencemaran (SO2) yang paling tinggi, juga menghasilkan karbon dioksida terbanyak per satuan energi. Membakar 1 ton batu bara menghasilkan sekitar 2,5 ton karbon dioksida. Untuk mendapatkan jumlah energi yang sama, jumlah karbon dioksida yang dilepas oleh minyak akan mencapai 2 ton sedangkan dari gas bumi hanya 1,5 ton
Dampak Terhadap Perairan
Eksploitasi minyak bumi, khususnya cara penampungan dan pengangkutan minyak bumi yang tidak layak, misalnya: bocornya tangker minyak atau kecelakaan lain akan mengakibatkan tumpahnya minyak (ke laut, sungai atau air tanah) dapat menyebabkan pencemaran perairan. Pada dasarnya pencemaran tersebut disebabkan oleh kesalahan manusia.
Dampak Terhadap Tanah
Dampak penggunaan energi terhadap tanah dapat diketahui, misalnya dari pertambangan batu bara. Masalah yang berkaitan dengan lapisan tanah muncul terutama dalam pertambangan terbuka (Open Pit Mining). Pertambangan ini memerlukan lahan yang sangat luas. Perlu diketahui bahwa lapisan batu bara terdapat di tanah yang subur, sehingga bila tanah tersebut digunakan untuk pertambangan batu bara maka lahan tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian atau hutan selama waktu tertentu.
Pencemaran dan Penyakit-penyakit Yang Mungkin Timbul
Secara umum partikel yang mencemari udara dapat merusak lingkungan, tanaman, hewan dan manusia. Partikel-partikel tersebut sangat merugikan kesehatan manusia. Pada umumnya udara yang telah tercemar oleh partikel dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran  pernapasan atau pneumoconiosis.

Pada saat orang menarik nafas, udara yang mengandung partikel akan terhirup ke dalam paru-paru. Ukuran partikel (debu) yang masuk ke dalam paru-paru akan menentukan letak penempelan atau pengendapan partikel tersebut. Partikel yang berukuran kurang dari 5 mikron akan tertahan di saluran nafas bagian atas, sedangkan partikel berukuran 3 sampai 5 mikron akan tertahan pada saluran pernapasan bagian tengah. Partikel yang berukuran lebih kecil, 1 sampai 3 mikron, akan masuk ke dalam kantung udara paru-paru, menempel pada alveoli. Partikel yang lebih kecil lagi, kurang dari 1 mikron, akan ikut keluar saat nafas dihembuskan.

Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap di dalam paru-paru. Penyakit pnemokoniosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap ke dalam paru-paru.

Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki banyak kegiatan industri dan teknologi, yaitu Silikosis, Asbestosis, Bisinosis, Antrakosis dan Beriliosis.
1. Penyakit Silikosis

Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juka banyak terdapat di tempat di tempat penampang bijih besi, timah putih dan tambang batubara. Pemakaian batubara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama – sama dengan partikel lainnya, seperti debu alumina, oksida besi dan karbon dalam bentuk abu.

Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek, atau gejala penyakit silicosis akan segera tampak, apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke paru-paru dalam jumlah banyak. Penyakit  silicosis ditandai dengan sesak nafas yang disertai batuk-batuk. Batuk ii seringkali tidak disertai dengan dahak. Pada silicosis tingkah sedang, gejala sesak nafas yang disertai terlihat dan pada pemeriksaan fototoraks kelainan paru-parunya mudah sekali diamati. Bila penyakit silicosis sudah berat maka sesak nafas akan semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung.

Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan yang ketat sebab penyakit silicosis ini belum ada obatnya yang tepat. Tindakan preventif lebih penting dan berarti dibandingkan dengan tindakan pengobatannya. Penyakit silicosis akan lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga sudah menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma broonchiale dan penyakit saluran pernapasan lainnya.
Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja akan sangat membantu pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit akibat kerja. Data kesehatan pekerja sebelum masuk kerja, selama bekerja dan sesudah bekerja perlu dicatat untuk pemantulan riwayat penyakit pekerja kalau sewaktu – waktu diperlukan.
2. Penyakit Asbestosis

Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh  debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama  adalah Magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain sebagainya.

Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak napas dan batuk-batuk yang disertai dengan dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak membesar / melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak  maka akan tampak adanya debu asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan sampai mengakibatkan asbestosis ini.
3. Penyakit Bisinosis

Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas atau serat kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya.

Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema.
4. Penyakit Antrakosis

Penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara.

Masa inkubasi penyakit ini antara 2 – 4 tahun. Seperti halnya penyakit silicosis dan juga penyakit-penyakit pneumokonisosi lainnya, penyakit antrakosis juga ditandai dengan adanya rasa sesak napas. Karena pada debu batubara terkadang juga terdapat debu silikat maka penyakit antrakosis juga sering disertai dengan penyakit silicosis. Bila hal ini terjadi maka penyakitnya disebut silikoantrakosis. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantraksosis dan penyakit tuberkolosilikoantrakosis.

Penyakit antrakosis murni disebabkan debu batubara. Penyakit ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi berat, dan relatif tidak begitu berbahaya. Penyakit antrakosis menjadi berat bila disertai dengan komplikasi atau emphysema yang memungkinkan terjadinya kematian. Kalau terjadi emphysema maka antrakosis murni lebih berat daripada silikoantraksosis yang relatif jarang diikuti oleh emphysema. Sebenarnya antara antrakosis murni dan silikoantraksosi sulit dibedakan, kecuali dari sumber penyebabnya. Sedangkan paenyakit tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah dibedakan dengan kedua penyakit antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat dari fototorak yang  menunjukkan kelainan pada paru-paru akibat adanya debu batubara dan debu silikat, serta juga adanya baksil tuberculosis yang menyerang paru-paru.
5. Penyakit Beriliosis

Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan yang disebut beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis dan pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering dan sesak napas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir.

Selain dari itu, pekerja-pekerja yang banyak menggunakan seng (dalam bentuk silikat) dan juga mangan, dapat juga menyebabkan penyakit beriliosis yang tertunda atau delayed berryliosis  yang disebut juga dengan beriliosis kronis. Efek tertunda ini bisa berselang 5 tahun setelah berhenti menghirup udara yang tercemar oleh debu logam tersebut. Jadi lima tahun setelah pekerja tersebut tidak lagi berada di lingkungan yang mengandung debu logam tersebut, penyakit beriliosis  mungkin saja timbul. Penyakit ini ditandai dengan gejala mudah lelah, berat badan yang menurun dan sesak napas. Oleh karena itu pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja-pekerja yang terlibat dengan pekerja  yang menggunakan logam tersebut perlu dilaksanakan terus – menerus.
DAFTAR PUSTAKA :

Ilmu Teknologi dan Pengetahuan Lingkungan


Mutu Lingkungan Hidup Dengan Resiko Kesadaran Lingkungan
Pembangunan nasional yang dijalankan oleh pemerintah pun selama ini masih bersifat instan dan terlalu banyak dipengaruhi oleh kepentingan politik partai. Akibatnya, ada satu hal penting yang terabaikan dalam pembangunan kita yaitu aspek keberlanjutan lingkungan hidup. Bahasa klise yang telah sering kita dengar bahwa "bumi adalah titipan dari anak cucu kita, bukan warisan dari leluhur kita" bukanlah slogan semata melainkan sebuah tanggungjawab dan pemikiran logis yang visioner bahwa alam harus terus dilestarikan. Karena kita bukan final generation melainkan transit dari generasi yang akan muncul berikutnya.

Oleh karena itu, pelestarian lingkungan hidup adalah penting adanya. Karena sumber daya alam yang melimpah akan terus mengalami penurunan akibat perubahan lingkungan. Meskipun kita memiliki posisi yang strategis, ternyata posisi kita juga rentan terhadap dampak perubahan iklim. Sebut saja El Nino dan La Nina. Dua gejala perubahan iklim tersebut telah terbukti nyata mempengaruhi stabilitas dan ketahan pangan kita. Terhitung semenjak tahun 1990-an kualitas cuaca, iklim dan lingkungan kita makin menurun. Produksi pangan dari swasembada menunjukkan kecenderungan menurun (walaupun sekarang mulai ada peningkatan lagi), ketersediaan air terganggu, tersebarnya hama dan penyakit tanaman serta penyakit manusia, naiknya permukaan laut, tenggelamnya pulau-pulau kecil, dan punahnya keanekaragaman hayati, semua itu merupakan dampak dari perubahan iklim lokal dan global yang terakumulasi pada apa yang disebut sebagai perubahan iklim dunia, yaitu pemanasan global (global warming). Apa penyebab utama dari perubahan iklim dunia? Penyebab utama dari semua kondisi ini adalah perilaku manusia yang tidak ramah lingkungan, baik yang berupa pengrusakan lingkungan untuk aktivitas budidaya maupun aplikasi teknologi yang tidak ramah lingkungan atau tidak dibarengi dengan environtmental counter.

Sangat tepat kiranya bila Indonesia mulai bersemangat bersama-sama bangsa-bangsa lain di dunia untuk serius menjalankan program pembangunan berkelanjutan. Kementrian Lingkungan Hidup yang dibentuk oleh pemerintah merupakan bukti nyata kepedulian pemerintah untuk serius dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Sebab masalah degradasi lingkungan tidak kalah pentingnya dengan masalah terorisme dan krisis. Jadi, sebagaimana getol-nya Indonesia memerangi terorisme dan berjuang untuk keluar dari krisis, Indonesia juga harus getol menjaga green policy.

Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah sah diundangkan terhitung sejak 3 Oktober 2009 merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang No.27 Tahun 1997 yang mengatur hal yang sama. Perbedaan mendasar antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan Undang-Undang ini adalah adanya penguatan yang terdapat dalam Undang-Undang ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan.  Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur:
a.    keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;
b.    kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;
c.    penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
d.    penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, yang meliputi instrumen kajian lingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, amdal, upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
e.    pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
f.    pendayagunaan pendekatan ekosistem;
g.    kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global;
h.    penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta
penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
i.    penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;
j.    penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif; dan
k.    penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup.

Dengan melihat kelengkapan dari Undang-undang ini, jelas, pemerintah sudah tidak ingin lagi mentolelir semua tindakan yang dilakukan oleh perorangan, kelompok, maupun badan usaha/industri yang mengakibatkan kerusakan/penurunan kualitas lingkungan hidup. Akan tetapi oknum juga tidak kalah pintar. Mereka yang telah berpengalaman dalam "pengerukan" sumber daya alam tidak mau direpotkan dengan berbagai produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, sinergisme dengan peraturan-peraturan lain yang bersifat sektoral mutlak diperlukan. Walaupun dalam beberapa hal/pasal dalam Undang-undang ini masih bersifat global namun Undang-undang ini telah menjadi acuan yang cukup untuk pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan (green policy).

Di sisi lain, otonomi daerah telah menjadi celah bagi mereka untuk berkelit dari jeratan hukum nasional. Sehingga dalam implementasi Undang-undang ini, tidak jarang terjadi benturan-benturan dengan peraturan-peraturan yang bersifat sektoral seperti pertambangan, kehutanan, perkebunan, kelautan, perindustrian, dan lain lain. Oleh karena itu, dalam implementasinya harus dipertegas dengan peraturan-peraturan pendukung setingkat keputusan/peraturan Menteri dan peraturan daerah mengenai bidang-bidang terkait.
Pencemaran Dan Perusakan Lingkungan Hidup Oleh Proses Pembangunan

Seringkali ditemukan pernyataan yang menyamakan istilah ekologi dan lingkungan hidup, karena permasalahannya yang bersamaan. Inti dari permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya di sebut ekologi.
Lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dengan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupannya dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Dari definisi diatas tersirat bahwa makhluk hidup khususnya merupakan pihak yang selalu memanfaatkan lingkungan hidupnya, baik dalam hal respirasi, pemenuhan kebutuhan pangan, papan dan lain-lain. Dan, manusia sebagai makhluk yang paling unggul di dalam ekosistemnya, memiliki daya dalam mengkreasi dan mengkonsumsi berbagai sumber-sumber daya alam bagi kebutuhan hidupnya.
Di alam terdapat berbagai sumber daya alam. yang merupakan komponen
lingkungan yang sifatnya berbeda-beda, dimana dapat digolongkan atas :
- Sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable natural resources)
- Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable natural
resources).
Berbagai sumber daya alam yang mempunyai sifat dan perilaku yang beragam tersebut saling berinteraksi dalam bentuk yang berbeda-beda pula. Sesuai dengan kepentingannya maka sumber daya alam dapat dibagi atas; (a). fisiokimia seperti air, udara, tanah, dan sebagainya, (b). biologi, seperti fauna, flora, habitat, dan sebagainya, dan (c). sosial ekonomi seperti pendapatan, kesehatan, adat-istiadat, agama, dan lain- lain.
DAFTAR PUSTAKA :
http://www.scribd.com/doc/17682785/makalah-pencemaran-lingkungan-hidup-Bidang-industri

Sabtu, 06 November 2010

KEPENDUDUKAN

*LANDASAN KEPENDUDUKAN
Kelengkapan dan akurasi serta kemutakhirannya masih jauh dari tingkatan kualitas yang kita harapkan. Hal ini terbukti dari kekisruhan dan kekacauan isi Daftar Pemilih Tetap (DPT) saat pemilihan legislatif pada bulan April 2009.
DPT tersebut secara kronologis berasal dari database kependudukan yang teoretis ada di setiap wilayah, sebagai hasil pengembangan Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK) yang sampai sekarang belum pernah terealisasi dengan baik. Kualitas database kependudukan yang tidak sempurna itu telah dimanfaatkan sebagai bahan dalam penyusunan Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK-2) dan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP-4) yang diserahkan oleh Depdagri kepada KPU. Kemudian, KPU menjadikan data tersebut sebagai landasan penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS), yang dimutakhirkan menjadi DPT.
Lantaran sejak awal database kependudukan yang lengkap, akurat, dan mutakhir belum ada, dapat dimengerti kalau KPU mengalami kesulitan dalam melaksanakan pemutakhiran DPS menjadi DPT. Oleh karena itu, sudah waktunya Depdagri beserta segenap jajarannnya melaksanakan secara penuh pedoman yang tertuang dalam peraturan perundangan dan peraturan pelaksanaan yang jelas memberikan landasan hukum dan teknis penerapan registrasi penduduk di Indonesia.
Selama ini, yang lebih banyak disiapkan adalah pelaksana dan petugas pendaftaran penduduk. Sedangkan, masyarakat luas tidak pernah memperoleh informasi lengkap mengenai dampak dikeluarkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan peraturan pelaksanaannya. Penduduk merasa bahwa kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil berlangsung ‘as usual’ saja. Artinya, tidak ada hal baru dan tidak perlu memperbarui sikap akan urgensinya melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa lainnya yang terjadi dalam keluarga.
Ditjen Minduk sibuk melakukan raker, pelatihan petugas daerah, dan mengeluarkan berbagai instruksi berkaitan dengan administrasi kependudukan. Semua ini memang penting dan perlu dilakukan, tetapi masih belum memadai manakala sisi lain, yaitu masyarakat luas, belum disiapkan untuk mengimbangi kesibukan Ditjen Minduk. Berbagai instruksi ke daerah di bidang manajemen dan administrasi kependudukan telah dikeluarkan, termasuk masalah kelembagaan, penerapan sistem, penyediaan sumber daya manusia, penyediaan sarana dan prasarana, serta fasilitas fisik lainnya.
Walau demikian, semua itu belum diikuti dengan sistem monitoring yang sempurna guna mengamati dan mengevaluasi kemajuan tingkat penerapannya di daerah, kendala teknis maupun administrtatif yang dihadapi instansi pelaksana di daerah, dan reporting system yang secara komprehensif bisa menjadi sarana untuk memperoleh masukan dalam mencari jalan keluar untuk menanggulangi berbagai masalah operasional yang terjadi.
*PERKEMBANGAN PENDUDUK INDONESIA
Kepala BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) Prof Dr Sugiri Syarief menyatakan, jumlah penduduk 237,6 juta jiwa adalah wajar karena selama masa reformasi, program KB terabaikan. Pemerintah mulai perhatian lagi terhadap program KB setelah 2007. Sugiri Syarif menambahkan, saat ini yang perlu digalakkan lagi adalah komitmen para bupati atau walikota untuk secara konsisten menjalankan UU No 52 tahun 2009 yang berisi "instruksi"  untuk segera mengimplementasikan program kependudukan dan KB nasional.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional(BKKBN) juga akan meluncurkan program KB Pedesaan guna menekan jumlah penduduk. Program tersebut akan mulai diluncurkan tahun depan. Melalui program KB Pedesaan tersebut, BKKBN akan memberikan pelatihan masal kepada aparat pemerintah daerah serta kader-kadernya.
Fraksi Partai Demokrat di Komisi IX DPR mengusulkan pemerintah membentuk Klinik Keharmonisan Keluarga untuk menahan laju pertumbuhan penduduk. Klinik ini nanti tidak hanya bertugas untuk membagikan alat kontrasepsi atau penyuluhan tentang KB saja. Namun, juga memberikan bimbingan tentang masalah seksualitas, kesehatan organ tubuh dan kelamin, gizi, serta pendidikan.
Selain itu, klinik juga bisa memberikan fasilitas konsultasi tentang masalah-masalah rumah tangga. Kegagalan KB disebabkan karena rendahnya pengetahuan tentang kesehatan dan seksualitas, kata Subagyo Partodihardjo, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Demokrat, beberapa waktu lalu.
DAFTAR PUSTAKA :
http://adminduk.depdagri.go.id/index.php?action=content&id=2010012510525238
http://id.voi.co.id/fitur/voi-bunga-rampai/5798-menekan-laju-pertumbuhan-penduduk-indonesia.html

Jumat, 22 Oktober 2010

SUMBER DAYA ALAM

*Landasan kebijaksanaan pengelolaan sumber daya alam
Krisis pangan seharusnya menjadi pelajaran bahwa telah terjadi penghancuran produktifitas petani, peminggiran perempuan dari sektor perrtanian,   distribusi pangan yang tidak adil dan konsumsi pangan yang timpang. Oleh karenannya negara seharusnya lebih mengedapan pada pembelaan hak-hak petani dan pembaruan agraria sejati yang menjamin akses dan kontrol petani baik perempuan maupun laki-laki atas sumberdaya agraria, serta didukung industri dan perdagangan yang mendukung pertanian, bukan malah sebaliknya, menyingkirkan petani dari pertanian dan mengedepan peranan dunia usaha, ini adalah praktek diskriminasi. Tindakan negara seperti ini bukanlah barang baru tetapi merupakan warisan dari masa Orde Baru yang dilegalkan melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan
Pun demikian dengan Draft Permentan tentang Pedoman Perizinan dan Usaha Budidaya Tanaman, yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman, di mana PP ini adalah turunan dari Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Di dalam UU SBT, telah diatur beberapa hak-hak petani, peranan pemerintahan dan pengusahaan budidaya tanaman yang bisa diberikan izin kepada perorangan, BUMN/BUMD, badan hukum dan koperasi. Namun bukan realisasi perlindungan dan pemenuhan hak-hak petani yang diatur, tapi justru realisasi pengaturan pengusahaan budidaya tanaman lewat PP dan diturunkan lagi lewat Permentan yang masih draft ini, di mana modal akan semakin berpotensi untuk melakukan ekspansi ke lahan-lahan petani dan peranan masyarakat hanya sampai pada sebatas saran. Dampaknya produsen pangan yang utama tidak lagi petani dan nelayan, melainkan korporasi. Perempuan tani dan perempuan nelayan sebagai produsen pangan yang telah dipinggirkan selama ini akan semakin terpuruk. Tindakan ini adalah bentuk diskriminasi terhadap petani baik perempuan maupun laki-laki.

*KARAKTERISTIK EKOLOGI SUMBER DAYA ALAM
Hutan hujan tropika merupakan vegetasi yang paling kaya, baik dalam arti jumlah jenis makhluk hidup yang membentuknya, maupun dalam tingginya nilai sumberdaya lahan (tanah, air, cahaya matahari) yang dimilikinya. Hutan dataran rendah ini didominasi oleh pepohonan besar yang membentuk tajuk berlapis-lapis (layering), sekurang-kurangnya tinggi tajuk teratas rata-rata adalah 45 m (paling tinggi dibandingkan rata-rata hutan lainnya), rapat, dan hijau sepanjang tahun. Ada tiga lapisan tajuk atas di hutan ini[6]:
*       Lapisan pohon-pohon yang lebih tinggi, muncul di sana-sini dan menonjol di atas atap tajuk (kanopi hutan) sehingga dikenal sebagai “sembulan” (emergent). Sembulan ini bisa sendiri-sendiri atau kadang-kadang menggerombol, namun tak banyak. Pohon-pohon tertinggi ini bisa memiliki batang bebas cabang lebih dari 30 m, dan dengan lingkar batang hingga 4,5 m.
*       Lapisan kanopi hutan rata-rata, yang tingginya antara 24–36 m.
*       Lapisan tajuk bawah, yang tidak selalu menyambung. Lapisan ini tersusun oleh pohon-pohon muda, pohon-pohon yang tertekan pertumbuhannya, atau jenis-jenis pohon yang tahan naungan.
Kanopi hutan banyak mendukung kehidupan lainnya, semisal berbagai jenis epifit (termasuk anggrek), bromeliad, lumut, serta lumut kerak, yang hidup melekat di cabang dan rerantingan. Tajuk atas ini demikian padat dan rapat, membawa konsekuensi bagi kehidupan di lapis bawahnya. Tetumbuhan di lapis bawah umumnya terbatas keberadaannya oleh sebab kurangnya cahaya matahari yang bisa mencapai lantai hutan[7], sehingga orang dan hewan cukup leluasa berjalan di dasar hutan.
Ada dua lapisan tajuk lagi di aras lantai hutan, yakni lapisan semak dan lapisan vegetasi penutup tanah. Lantai hutan sangat kurang cahaya, sehingga hanya jenis-jenis tumbuhan yang toleran terhadap naungan yang bertahan hidup di sini; di samping jenis-jenis pemanjat (liana) yang melilit batang atau mengait cabang untuk mencapai atap tajuk. Akan tetapi kehidupan yang tidak begitu memerlukan cahaya, seperti halnya aneka kapang dan organisme pengurai (dekomposer) lainnya tumbuh berlimpah ruah. Dedaunan, buah-buahan, ranting, dan bahkan batang kayu yang rebah, segera menjadi busuk diuraikan oleh aneka organisme tadi. Pemakan semut raksasa juga hidup di sini.
*DAYA DUKUNG LINGKUNGAN
Apabila bahan pencemar berakumulasi terus menerus dalam suatu lingkungan, sehingga lingkungan tidak punya kemampuan alami untuk menetralisasinya yang mengakibatkan perubahan kualitas. Pokok permasalahannya adalah sejauh mana perubahan ini diperkenankan.
Tanaman tertentu menjadi rusak dengan adanya asap dari suatu pabrik, tapi tidak untuk sebahagian tanaman lainnya.
contoh : dengan buangan air pada suatu sungai mengakibatkan peternakan ikan mas tidak baik pertumbuhannya, tapi cukup baik untuk ikan lele dan ikan gabus.
Berarti daya dukung lingkungan untuk kondisi kehidupan ikan emas berbeda dengan daya dukung lingkungan untuk kondisi kehidupan ikan lelelgabus, Kenapa demikian, tidak lain karena parameter yang terdapat dalam air tidak dapat dinetralisasi lingkungan untuk kehidupan ikan emas.
*Keterbatasan kemampuan manusia
Diantara SDA yang tersedia di Indonesia, bahan tambang dan kegiatan pertambangan mendapatkan prioritas utama dalam skala investasi. Kegiatan di industri pertambangan dinilai oleh pemerintah sebagai obyek vital dan strategis, sehingga negara mempunyai kewenangan penuh terhadap penguasaan sumber daya mineral, termasuk dalam menentukan pengelola sumber daya tersebut. Sebagai obyek yang vital, maka implikasinya negara dan perusahaan (yang diberikan hak penguasaan pertambangan oleh negara, yaitu industri pertambangan) juga memiliki kendali dan wewenang penuh untuk “mengamankan” daerah pertambangan dari kegiatan yang dianggap dapat mengganggu operasional pertambangan.

Salah satu komoditas pertambangan yaitu timah. Timah merupakan komoditas pertambangan yang pengelolaannya diberikan kepada badan usaha. Sementara kondisi riil menunjukan bahwa dalam komuniti menganggap bahwa sumber daya tersebut merupakan bagian dari sumber daya yang dapat mereka manfaatkan karena berada dalam cakupan wilayah mereka. Dalam perkembangannya, hal tersebut mengakibatkan semakin banyak pihak yang berkepentingan dan terlibat dalam pengelolaan timah tidak hanya pemerintah, tetapi juga perusahaan serta komuniti.
DAFTAR PUSTAKA :