*LANDASAN KEPENDUDUKAN
Kelengkapan dan akurasi serta kemutakhirannya masih jauh dari tingkatan kualitas yang kita harapkan. Hal ini terbukti dari kekisruhan dan kekacauan isi Daftar Pemilih Tetap (DPT) saat pemilihan legislatif pada bulan April 2009.
DPT tersebut secara kronologis berasal dari database kependudukan yang teoretis ada di setiap wilayah, sebagai hasil pengembangan Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK) yang sampai sekarang belum pernah terealisasi dengan baik. Kualitas database kependudukan yang tidak sempurna itu telah dimanfaatkan sebagai bahan dalam penyusunan Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK-2) dan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP-4) yang diserahkan oleh Depdagri kepada KPU. Kemudian, KPU menjadikan data tersebut sebagai landasan penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS), yang dimutakhirkan menjadi DPT.
Lantaran sejak awal database kependudukan yang lengkap, akurat, dan mutakhir belum ada, dapat dimengerti kalau KPU mengalami kesulitan dalam melaksanakan pemutakhiran DPS menjadi DPT. Oleh karena itu, sudah waktunya Depdagri beserta segenap jajarannnya melaksanakan secara penuh pedoman yang tertuang dalam peraturan perundangan dan peraturan pelaksanaan yang jelas memberikan landasan hukum dan teknis penerapan registrasi penduduk di Indonesia.
Selama ini, yang lebih banyak disiapkan adalah pelaksana dan petugas pendaftaran penduduk. Sedangkan, masyarakat luas tidak pernah memperoleh informasi lengkap mengenai dampak dikeluarkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan peraturan pelaksanaannya. Penduduk merasa bahwa kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil berlangsung ‘as usual’ saja. Artinya, tidak ada hal baru dan tidak perlu memperbarui sikap akan urgensinya melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa lainnya yang terjadi dalam keluarga.
Ditjen Minduk sibuk melakukan raker, pelatihan petugas daerah, dan mengeluarkan berbagai instruksi berkaitan dengan administrasi kependudukan. Semua ini memang penting dan perlu dilakukan, tetapi masih belum memadai manakala sisi lain, yaitu masyarakat luas, belum disiapkan untuk mengimbangi kesibukan Ditjen Minduk. Berbagai instruksi ke daerah di bidang manajemen dan administrasi kependudukan telah dikeluarkan, termasuk masalah kelembagaan, penerapan sistem, penyediaan sumber daya manusia, penyediaan sarana dan prasarana, serta fasilitas fisik lainnya.
Walau demikian, semua itu belum diikuti dengan sistem monitoring yang sempurna guna mengamati dan mengevaluasi kemajuan tingkat penerapannya di daerah, kendala teknis maupun administrtatif yang dihadapi instansi pelaksana di daerah, dan reporting system yang secara komprehensif bisa menjadi sarana untuk memperoleh masukan dalam mencari jalan keluar untuk menanggulangi berbagai masalah operasional yang terjadi.
*PERKEMBANGAN PENDUDUK INDONESIA
Kepala BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) Prof Dr Sugiri Syarief menyatakan, jumlah penduduk 237,6 juta jiwa adalah wajar karena selama masa reformasi, program KB terabaikan. Pemerintah mulai perhatian lagi terhadap program KB setelah 2007. Sugiri Syarif menambahkan, saat ini yang perlu digalakkan lagi adalah komitmen para bupati atau walikota untuk secara konsisten menjalankan UU No 52 tahun 2009 yang berisi "instruksi" untuk segera mengimplementasikan program kependudukan dan KB nasional.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional(BKKBN) juga akan meluncurkan program KB Pedesaan guna menekan jumlah penduduk. Program tersebut akan mulai diluncurkan tahun depan. Melalui program KB Pedesaan tersebut, BKKBN akan memberikan pelatihan masal kepada aparat pemerintah daerah serta kader-kadernya.
Fraksi Partai Demokrat di Komisi IX DPR mengusulkan pemerintah membentuk Klinik Keharmonisan Keluarga untuk menahan laju pertumbuhan penduduk. Klinik ini nanti tidak hanya bertugas untuk membagikan alat kontrasepsi atau penyuluhan tentang KB saja. Namun, juga memberikan bimbingan tentang masalah seksualitas, kesehatan organ tubuh dan kelamin, gizi, serta pendidikan.
Selain itu, klinik juga bisa memberikan fasilitas konsultasi tentang masalah-masalah rumah tangga. Kegagalan KB disebabkan karena rendahnya pengetahuan tentang kesehatan dan seksualitas, kata Subagyo Partodihardjo, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Demokrat, beberapa waktu lalu.
DAFTAR PUSTAKA :http://adminduk.depdagri.go.id/index.php?action=content&id=2010012510525238
http://id.voi.co.id/fitur/voi-bunga-rampai/5798-menekan-laju-pertumbuhan-penduduk-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar